Siapa yang Akan Mengatur Kecerdasan Buatan?

Artikel ini akan mengulas artikel dalam Harvard Business Review, yang ditulis oleh Blair Levin dan Larry Downes, membahas pentingnya regulasi dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI).

Sam Altman, CEO OpenAI, mengemukakan pendapatnya di hadapan Kongres pada tanggal 16 Mei bahwa saatnya bagi regulator untuk mulai menetapkan batasan pada sistem AI yang kuat. Altman menyatakan kekhawatiran terhadap dampak potensial teknologi ini dan setuju bahwa pengawasan pemerintah akan sangat penting untuk memitigasi risiko-risiko tersebut.

Levin dan Downes menyoroti perdebatan yang sedang berlangsung di berbagai negara mengenai pro dan kontra regulasi atau bahkan pelarangan penggunaan teknologi kecerdasan buatan. Namun, yang lebih penting saat ini bagi para pemimpin bisnis adalah bukan bagaimana atau kapan AI akan diatur, melainkan oleh siapa. Apakah Kongres, Komisi Eropa, Tiongkok, atau bahkan negara-negara bagian atau pengadilan di Amerika Serikat yang akan memimpin akan menentukan kecepatan dan arah transformasi AI dalam ekonomi global, yang berpotensi melindungi beberapa industri atau membatasi kemampuan semua perusahaan untuk menggunakan teknologi ini dalam berinteraksi langsung dengan konsumen.

Levin dan Downes juga mencatat bahwa sejak rilis ChatGPT oleh OpenAI pada November 2022, penggunaan AI generatif telah meledak. Teknologi ini telah mencapai satu juta pengguna dalam lima hari, mengungguli kecepatan pengenalan produk-produk internet sebelumnya seperti Facebook, Spotify, dan Netflix. Teknologi AI generatif ini memiliki potensi yang luas dalam berbagai bidang, mulai dari pencarian hingga generasi konten, layanan pelanggan hingga pendidikan.

Pertimbangan regulasi terkait dengan skala potensial gangguan yang dapat ditimbulkan oleh teknologi AI ini, serta isu privasi, bias/ambigutas, dan keamanan nasional, adalah hal yang wajar bagi para pembuat kebijakan. Namun, Levin dan Downes berpendapat bahwa regulasi pemerintah mungkin memiliki dampak terbatas dalam pengembangan teknologi ini dalam jangka pendek. Banyak proposal regulasi yang diajukan membutuhkan otoritas hukum tambahan dari Kongres, yang tampaknya tidak mungkin terjadi dalam kondisi politik saat ini. Selain itu, penerapan aturan baru akan menjadi hal yang memakan waktu dan melibatkan pengadilan.

Levin dan Downes juga mencatat bahwa regulasi utama kemungkinan akan datang dari luar Amerika Serikat. Uni Eropa dan Cina, misalnya, sedang bergerak cepat dalam mengatur penggunaan dan pengembangan teknologi kecerdasan buatan. Uni Eropa telah menyetujui “AI Act,” undang-undang yang akan melarang secara preemptive aplikasi AI dengan tingkat risiko yang dianggap “tidak dapat diterima” dan memberlakukan sanksi yang signifikan bagi pelanggaran aturan. Regulator di Cina juga bergerak cepat untuk mendorong pengembangan produk dan layanan AI lokal.

Levin dan Downes menyimpulkan bahwa sementara regulasi pemerintah akan tidak dapat dihindari, cara yang paling menjanjikan untuk menghindari masalah yang lebih besar adalah dengan mengembangkan badan regulasi, audit, dan proses sertifikasi non-pemerintah yang dapat mengidentifikasi produk dan layanan AI yang etis dan terpercaya, serta menjelaskan aplikasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak.

Levin dan Downes menekankan pentingnya adanya keterlibatan sektor bisnis dan akademisi dalam mengembangkan regulasi ini, dengan contoh dari inisiatif ongoing Departemen Perdagangan Amerika Serikat yang mengajak untuk menciptakan lingkungan yang dapat dipercaya bagi layanan AI. Dalam artikelnya, Levin dan Downes menyebutkan sejarah keberhasilan badan pengaturan swadaya (self-regulatory bodies) dan keberadaan organisasi seperti International Standards Organization yang mengembangkan dan mengesahkan standar perusahaan terkait berbagai bidang.

Secara keseluruhan, dalam artikel, Levin dan Downes memberikan gambaran yang baik tentang perdebatan yang sedang berlangsung mengenai regulasi AI dan menggarisbawahi pentingnya pemikiran jangka panjang dalam mengembangkan kebijakan regulasi yang memadai. Dalam era teknologi yang terus berkembang dengan cepat, artikel yang ditulis Levin dan Downes ini memicu pemikiran tentang perlunya upaya kolaboratif antara pemerintah, sektor bisnis, dan akademisi untuk mengatur perkembangan teknologi AI sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat tanpa mengorbankan keamanan, privasi, dan nilai-nilai yang penting.

Referensi:

Levin, B., & Downes, L. (2023, May 16). Who Is Going to Regulate AI? Harvard Business Review. Diakses pada 22 Mei 2023, dari https://hbr.org/2023/05/who-is-going-to-regulate-ai